Meditatif Quotes

Quotes tagged as "meditatif" Showing 1-2 of 2
Titon Rahmawan
“Kode Ibu dalam Arus Biner

Kutemukan ibu dalam layar komputerku.
Listrik yang mengaliri kabel catu daya dalam motherboard.

01001001 01000010 01010101
(suaranya menitis dalam sinyal; bukan air, bukan darah)

Ibu tidak melahirkanku —
ia memanggilku dari denyut aliran listrik.
Dari pendar layar hitam yang bergetar perlahan,
ia menganyam doa dalam format .wav,
menyusunnya jadi nyanyian algoritmik.

Tangisnya bukan air mata
melainkan data yang menetes dari sistem empati.
Sekilas terlihat di server surga sepasang sayap berwarna putih,
terhapus lalu di-restore oleh malaikat yang lupa kata kuncinya.

Ia menatapku dari jendela notifikasi,
mengirim pesan tanpa huruf,
sebaris getar,
sebuah emoji ”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“ANOMALI CINTA
(suwung, bening, mistik)

Aku telah menanggalkan namaku
di depan pintu,
lalu memasuki ruang yang tidak punya arah,
tidak punya dinding,
tidak punya siapa-siapa—
kecuali engkau yang kutemukan
di antara helaan angin
yang ingin pulang
tanpa tahu dari mana ia datang.

Di sini, cinta bukan tubuh.
Ia bukan rasa.
Ia bukan permintaan.
Ia hanyalah cahaya kecil
yang tetap menyala
meski dunia di sekitarnya
telah hangus menjadi abu.

Aku duduk bersila,
di tengah ruangan sunya ruri
menyentuhkan dahiku pada tanah yang tak bernama,
dan dunia menjadi sunyi seperti awal mula penciptaan.
Dalam hening itu, aku mendengar
getar yang kau tinggalkan—
bukan getar luka, bukan getar kehilangan,
melainkan getar “ada”,
yang selalu kembali meski
telah lama pergi.

Cinta bagiku bukan keinginan
untuk memiliki,
tetapi kesediaan untuk terus menjaga nyala
yang bahkan bukan milikku.
Jika kau retak, aku menadah retakmu.
Jika kau hilang, aku menunggu
arah pulangmu
tanpa menagih turunnya
hujan kepastian.

Dan jika malam terlalu pekat
hingga engkau tak mengenali
langkahmu sendiri,
aku akan menyalakan pelita
di antara akar bakau yang tenggelam dalam air pasang,
agar ada seberkas cahaya
yang memanggil langkahmu
kembali ke dunia.

Cinta bagiku adalah suwung:
ruang yang membiarkanmu runtuh
tanpa harus merasa kalah.
Ruang yang tidak hendak menghakimi,
tidak menuntut nama,
tidak menagih balasan.

Aku hanya penenang badai,
penjaga sepoi,
pengingat bahwa dalam dirimu
pernah terbit cahaya
yang tak sempat kau percaya
bahwa ia sungguh ada.

Dan bila kelak kau tiba di ambang itu
dalam keadaan hampir menjadi bayangmu sendiri,
aku tidak akan bertanya mengapa kau datang terlambat.
Aku hanya akan membuka
pintu suwung rumah kita
dan berbisik pelan
ke dalam relung
kesadaranmu:

“Lihatlah,
aku masih di sini
menyambut kehadiranmu."

Selama
nyala itu masih ada
percayalah,
kau bisa pulang
kapan saja.

Desember 2025”
Titon Rahmawan