Simbolisme Quotes
Quotes tagged as "simbolisme"
Showing 1-4 of 4
“Kini kau terduduk di tengah-tengah batas
antara sempadan kota dan desa.
Kecar dan gondang terapung di kakimu
ruak dan sitar bertengger di bahumu.
Sempatkah kaubangun menggenggam semaian
sebelum menjelang pagi?
(Baruh)”
― Tidakkah Kita Berada Di Sana?
antara sempadan kota dan desa.
Kecar dan gondang terapung di kakimu
ruak dan sitar bertengger di bahumu.
Sempatkah kaubangun menggenggam semaian
sebelum menjelang pagi?
(Baruh)”
― Tidakkah Kita Berada Di Sana?
“Délires II
Alchimie du verbe
À moi. L’histoire d’une de mes folies.
Depuis longtemps je me vantais de posséder tous les paysages possibles,
et trouvais dérisoires les célébrités de la peinture et de la poésie moderne.
J’aimais les peintures idiotes, dessus de portes, décors, toiles de
saltimbanques, enseignes, enluminures populaires; la littérature démodée,
latin d’église, livres érotiques sans orthographe, romans de nos aïeules,
contes de fées, petits livres de l’enfance, opéras vieux, refrains niais,
rythmes naïfs.
Je rêvais croisades, voyages de découvertes dont on n’a pas de relations,
républiques sans histoires, guerres de religion étouffées, révolutions de
mœurs, déplacements de races et de continents: je croyais à tous les
enchantements.
J’inventai la couleur des voyelles! — A noir, E blanc, I rouge, O bleu, U
vert. — Je réglai la forme et le mouvement de chaque consonne, et, avec
des rythmes instinctifs, je me flattai d’inventer un verbe poétique
accessible, un jour ou l’autre, à tous les sens. Je réservais la traduction.
Ce fut d’abord une étude. J’écrivais des silences, des nuits, je notais
l’inexprimable. Je fixais des vertiges.”
― Une saison en enfer: Exploration poétique de la douleur et de la quête de sens dans un monde chaotique
Alchimie du verbe
À moi. L’histoire d’une de mes folies.
Depuis longtemps je me vantais de posséder tous les paysages possibles,
et trouvais dérisoires les célébrités de la peinture et de la poésie moderne.
J’aimais les peintures idiotes, dessus de portes, décors, toiles de
saltimbanques, enseignes, enluminures populaires; la littérature démodée,
latin d’église, livres érotiques sans orthographe, romans de nos aïeules,
contes de fées, petits livres de l’enfance, opéras vieux, refrains niais,
rythmes naïfs.
Je rêvais croisades, voyages de découvertes dont on n’a pas de relations,
républiques sans histoires, guerres de religion étouffées, révolutions de
mœurs, déplacements de races et de continents: je croyais à tous les
enchantements.
J’inventai la couleur des voyelles! — A noir, E blanc, I rouge, O bleu, U
vert. — Je réglai la forme et le mouvement de chaque consonne, et, avec
des rythmes instinctifs, je me flattai d’inventer un verbe poétique
accessible, un jour ou l’autre, à tous les sens. Je réservais la traduction.
Ce fut d’abord une étude. J’écrivais des silences, des nuits, je notais
l’inexprimable. Je fixais des vertiges.”
― Une saison en enfer: Exploration poétique de la douleur et de la quête de sens dans un monde chaotique
“Jarak
Bagaimana mungkin kupertaruhkan kebahagiaanku dalam namamu, Kay?
Bukankah kau cuma jeda setelah pertunjukan?
Langit yang menolak menjadi tua dan waktu yang urung menjemput pagi.
Percakapan kita terhenti entah sampai di mana.
Luka yang terus menerus kau torehkan di dada;
Tangisan penyesalan dan nasib tak berketentuan.
Apakah masih ada pengharapan di setiap renyah tawa yang kau tebarkan?
Ataukah itu hanya seringai palsu di balik sebuah senyuman?
Tentu saja kita tak pernah sungguh-sungguh saling mencintai.
Aku hanya mengagumi keberanianmu untuk tak berpura-pura ingin menjadi matahari.
Sedang tak akan kau dapati kebahagiaan yang engkau impikan dalam diriku serupa laut biru.
Kita hanya saling menatap kekosongan dari balik layar ponsel yang tak lagi mampu menyatakan perasaan.
Sambil barangkali menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya di antara kita.
Bukankah jarak sesungguhnya hanyalah sehembus nafas?
Demikian pun perasaanku padamu, yang sayangnya tak pernah kau pedulikan.
Oktober 2025”
―
Bagaimana mungkin kupertaruhkan kebahagiaanku dalam namamu, Kay?
Bukankah kau cuma jeda setelah pertunjukan?
Langit yang menolak menjadi tua dan waktu yang urung menjemput pagi.
Percakapan kita terhenti entah sampai di mana.
Luka yang terus menerus kau torehkan di dada;
Tangisan penyesalan dan nasib tak berketentuan.
Apakah masih ada pengharapan di setiap renyah tawa yang kau tebarkan?
Ataukah itu hanya seringai palsu di balik sebuah senyuman?
Tentu saja kita tak pernah sungguh-sungguh saling mencintai.
Aku hanya mengagumi keberanianmu untuk tak berpura-pura ingin menjadi matahari.
Sedang tak akan kau dapati kebahagiaan yang engkau impikan dalam diriku serupa laut biru.
Kita hanya saling menatap kekosongan dari balik layar ponsel yang tak lagi mampu menyatakan perasaan.
Sambil barangkali menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya di antara kita.
Bukankah jarak sesungguhnya hanyalah sehembus nafas?
Demikian pun perasaanku padamu, yang sayangnya tak pernah kau pedulikan.
Oktober 2025”
―
All Quotes
|
My Quotes
|
Add A Quote
Browse By Tag
- Love Quotes 102k
- Life Quotes 80k
- Inspirational Quotes 76k
- Humor Quotes 44.5k
- Philosophy Quotes 31k
- Inspirational Quotes Quotes 29k
- God Quotes 27k
- Truth Quotes 25k
- Wisdom Quotes 25k
- Romance Quotes 24.5k
- Poetry Quotes 23.5k
- Life Lessons Quotes 22.5k
- Quotes Quotes 21k
- Death Quotes 20.5k
- Happiness Quotes 19k
- Hope Quotes 18.5k
- Faith Quotes 18.5k
- Travel Quotes 18k
- Inspiration Quotes 17.5k
- Spirituality Quotes 16k
- Relationships Quotes 15.5k
- Life Quotes Quotes 15.5k
- Motivational Quotes 15.5k
- Religion Quotes 15.5k
- Love Quotes Quotes 15.5k
- Writing Quotes 15k
- Success Quotes 14k
- Motivation Quotes 13.5k
- Time Quotes 13k
- Motivational Quotes Quotes 12.5k
