Sufistik Quotes
Quotes tagged as "sufistik"
Showing 1-3 of 3
“Doğanın Krallığı’nın derinliklerine yapılan her yolculuk gizemli bir yolculuktur, Sufistik bir seyahattir, spiritüel bir seferdir!”
―
―
“Zikir Malam yang Tak Bernama — (Dark Mystical Visual Spell - Version)
I. Takhalli: Panggilan
dan Pengosongan
pangkal bayang aku datang—
tanpa tubuh, tanpa suara,
serpih gelap memanggil nama-Mu
lewat bisikan lebih tua dari kata.
A—
L—
L—
A—
H—
senyap meregang seperti kulit luka menolak sembuh.
retak sunyi cahaya api—
menjilat, menelan,
memanggilku
seperti ibu.
II. Pencarian: Kebenaran yang Tersembunyi
lorong gelisah perindu
langkah gugur
di jalan.
rah—
mah—
dum—
hening runtuh
jatuh perlahan
langit buta
ke dalam
dada retak.
Rumi tersenyum
di balik tirai
menggores langit
dengan rindu
yang suci:
“yang kau cari,
sedang mencari dirimu…”
suara pecah,
menjelma hujan
menyambar dedaunan
dari ada
menjelma
tiada.
raga rapuh—
seperti mantra
hilang napas,
menggelinding jatuh
ke dalam jurang
tak berdasar.
III. Hilang: Peleburan
penanggalan diri
Kebenaran berjalan
sebagai getar
tanpa wujud:
nyeri yang lembut,
sepi yang menggulung,
darah yang berzikir
nadi yang menggigil.
Hallaj datang
serupa mimpi,
membawa luka
yang menyala
seperti taring
serigala.
ia berkata dengan
mulut terbungkam:
“hilanglah,
biar kau ditemukan.”
dan aku pun larut—
dari wajah, dari ingatan,
dari seluruh nama
yang pernah kupanggul
sebagai takdir.
IV. Fana: Puncak
fana adalah ruang bening
di mana gelap dan terang
tidak lagi bertengkar.
fa—
na—
fa—
na—
fa—
pantulannya
menggulung diriku
seperti kain kafan
yang lapar.
aku lenyap
pelan-pelan,
tanpa pamit,
tanpa kubur.
V. Wahdatul Wujud:
Kekekalan dan Pewahyuan
ambang baqa
dengung lembut
menyusup tulang—
ia bukan kata,
bukan doa:
ia adalah diri
yang memanggil
namanya sendiri
melalui aku
yang bukan aku.
“engkau—
adalah aku—
yang kusebut—
melalui dirimu—”
dan sufi-sufi
yang hilang itu
menari di udara patah,
seperti bayang
yang lupa siapa
yang menyalakan
api di dada mereka.
aku berdiri di garis tipis
antara debu dan cahaya,
antara hilang dan pulang,
antara fana dan baka.
dan ketika
langkahku pecah
menjadi gelombang
menyalakan kegelapan—
aku tahu:
yang kembali
bukan padaku,
melainkan rahasia kecil
yang Kau biarkan
menjadi mantra
agar dunia bisa
mendengar sedikit saja
dari sunyi
yang selamanya
abadi.
November 2025”
―
I. Takhalli: Panggilan
dan Pengosongan
pangkal bayang aku datang—
tanpa tubuh, tanpa suara,
serpih gelap memanggil nama-Mu
lewat bisikan lebih tua dari kata.
A—
L—
L—
A—
H—
senyap meregang seperti kulit luka menolak sembuh.
retak sunyi cahaya api—
menjilat, menelan,
memanggilku
seperti ibu.
II. Pencarian: Kebenaran yang Tersembunyi
lorong gelisah perindu
langkah gugur
di jalan.
rah—
mah—
dum—
hening runtuh
jatuh perlahan
langit buta
ke dalam
dada retak.
Rumi tersenyum
di balik tirai
menggores langit
dengan rindu
yang suci:
“yang kau cari,
sedang mencari dirimu…”
suara pecah,
menjelma hujan
menyambar dedaunan
dari ada
menjelma
tiada.
raga rapuh—
seperti mantra
hilang napas,
menggelinding jatuh
ke dalam jurang
tak berdasar.
III. Hilang: Peleburan
penanggalan diri
Kebenaran berjalan
sebagai getar
tanpa wujud:
nyeri yang lembut,
sepi yang menggulung,
darah yang berzikir
nadi yang menggigil.
Hallaj datang
serupa mimpi,
membawa luka
yang menyala
seperti taring
serigala.
ia berkata dengan
mulut terbungkam:
“hilanglah,
biar kau ditemukan.”
dan aku pun larut—
dari wajah, dari ingatan,
dari seluruh nama
yang pernah kupanggul
sebagai takdir.
IV. Fana: Puncak
fana adalah ruang bening
di mana gelap dan terang
tidak lagi bertengkar.
fa—
na—
fa—
na—
fa—
pantulannya
menggulung diriku
seperti kain kafan
yang lapar.
aku lenyap
pelan-pelan,
tanpa pamit,
tanpa kubur.
V. Wahdatul Wujud:
Kekekalan dan Pewahyuan
ambang baqa
dengung lembut
menyusup tulang—
ia bukan kata,
bukan doa:
ia adalah diri
yang memanggil
namanya sendiri
melalui aku
yang bukan aku.
“engkau—
adalah aku—
yang kusebut—
melalui dirimu—”
dan sufi-sufi
yang hilang itu
menari di udara patah,
seperti bayang
yang lupa siapa
yang menyalakan
api di dada mereka.
aku berdiri di garis tipis
antara debu dan cahaya,
antara hilang dan pulang,
antara fana dan baka.
dan ketika
langkahku pecah
menjadi gelombang
menyalakan kegelapan—
aku tahu:
yang kembali
bukan padaku,
melainkan rahasia kecil
yang Kau biarkan
menjadi mantra
agar dunia bisa
mendengar sedikit saja
dari sunyi
yang selamanya
abadi.
November 2025”
―
“Adakah Kau Temukan Separuh Ilusi
dalam 7 Bait Sajakku Ini?
: Alejandra Pizarnik
/1/ Ada riwan kekuningan dan kawanan angsa liar di jela-jela bunga bakung. Jerit tangis yang terperangkap dalam seringai bibir si mati yang tenggelam
ke dalam rawa itu tadi pagi, sebelum
ia sempat menafsirkan sajak ini.
/2/ Tetapi, jangan silap oleh senyap yang hinggap di pokok dadap di belakang kuburan yang dijaga oleh seekor burung hantu buta. Dalam kalap mata si nara gila yang berhasil kabur dari lembaran ungu penjara otakmu.
/3/ Sebab kuyakin, ada seekor rusa totol indigo dan sejumput rumput kelabu bening dalam gelak tawa kanak-kanak yang berlarian bersicepat mengejar angin mendaki bukit Lillahi ta’ala.
/4/ Karena sajakmulah maka kutemukan titik-titik hujan yang urung terperangkap dalam cangkir porselen di jejak kaki para sufi dan dalam putih sorban para pencari tuhan.
/5/ Sementara di pelupuk matamu ada kudapati sesayat pisau luka. Lagu cemar yang tercabar dari derai kepingan heran. Dan entah mengapa, telanjur terpatri jadi senyum pilu di sudut bibir para penjaja cinta.
/6/ Namun, kukira itu bukanlah gelembung busa biasa, melainkan selaput tipis rasa takjub yang mungkin tak tersentuh oleh jari-jemari tangan Nizhami saat ia berkisah tentang Laila dan Majnun.
/7/ Barangkali langit keruh kelabu sudah telanjur jenuh oleh tangisanku. Tangis yang diam-diam terpendam dalam curam jeram jantung kita. Serupa fatamorgana, ilusi dari cekaman rasa dahaga yang sungguh tiada terperi.
(Januari 2014)”
―
dalam 7 Bait Sajakku Ini?
: Alejandra Pizarnik
/1/ Ada riwan kekuningan dan kawanan angsa liar di jela-jela bunga bakung. Jerit tangis yang terperangkap dalam seringai bibir si mati yang tenggelam
ke dalam rawa itu tadi pagi, sebelum
ia sempat menafsirkan sajak ini.
/2/ Tetapi, jangan silap oleh senyap yang hinggap di pokok dadap di belakang kuburan yang dijaga oleh seekor burung hantu buta. Dalam kalap mata si nara gila yang berhasil kabur dari lembaran ungu penjara otakmu.
/3/ Sebab kuyakin, ada seekor rusa totol indigo dan sejumput rumput kelabu bening dalam gelak tawa kanak-kanak yang berlarian bersicepat mengejar angin mendaki bukit Lillahi ta’ala.
/4/ Karena sajakmulah maka kutemukan titik-titik hujan yang urung terperangkap dalam cangkir porselen di jejak kaki para sufi dan dalam putih sorban para pencari tuhan.
/5/ Sementara di pelupuk matamu ada kudapati sesayat pisau luka. Lagu cemar yang tercabar dari derai kepingan heran. Dan entah mengapa, telanjur terpatri jadi senyum pilu di sudut bibir para penjaja cinta.
/6/ Namun, kukira itu bukanlah gelembung busa biasa, melainkan selaput tipis rasa takjub yang mungkin tak tersentuh oleh jari-jemari tangan Nizhami saat ia berkisah tentang Laila dan Majnun.
/7/ Barangkali langit keruh kelabu sudah telanjur jenuh oleh tangisanku. Tangis yang diam-diam terpendam dalam curam jeram jantung kita. Serupa fatamorgana, ilusi dari cekaman rasa dahaga yang sungguh tiada terperi.
(Januari 2014)”
―
All Quotes
|
My Quotes
|
Add A Quote
Browse By Tag
- Love Quotes 102k
- Life Quotes 80k
- Inspirational Quotes 76k
- Humor Quotes 44.5k
- Philosophy Quotes 31k
- Inspirational Quotes Quotes 29k
- God Quotes 27k
- Truth Quotes 25k
- Wisdom Quotes 25k
- Romance Quotes 24.5k
- Poetry Quotes 23.5k
- Life Lessons Quotes 22.5k
- Quotes Quotes 21k
- Death Quotes 20.5k
- Happiness Quotes 19k
- Hope Quotes 18.5k
- Faith Quotes 18.5k
- Travel Quotes 18.5k
- Inspiration Quotes 17.5k
- Spirituality Quotes 16k
- Relationships Quotes 15.5k
- Life Quotes Quotes 15.5k
- Motivational Quotes 15.5k
- Religion Quotes 15.5k
- Love Quotes Quotes 15.5k
- Writing Quotes 15k
- Success Quotes 14k
- Motivation Quotes 13.5k
- Time Quotes 13k
- Motivational Quotes Quotes 12.5k
