Eksistensialis Quotes

Quotes tagged as "eksistensialis" Showing 1-2 of 2
Titon Rahmawan
“Sang Penjudi

Aku membaca detak jantungmu
di balik pikiran yang memburu
Galau menunggu pertempuran
yang tahu akan berakhir tragis;
Sepasang tanduk banteng melawan cakar beruang bengis.
Nasib kau pertaruhkan di atas layar simulakra,
Menerka angka-angka mabuk dengan tetesan air mata
Memilah sinyal palsu dari api yang nyata
Semata-mata hanya demi harapan belaka.

Adakah sejumput doa dalam lemparan dadumu itu?
Angka yang kau tafsir dari mimpi di balik bayang ilusi:
Bisa seekor ular cobra dalam segelas coca-cola.
Lalu kemana perginya rembulan di tengah keheningan itu?
Apakah ia terlipat rapi dalam dompetmu?
Wangi selembar 'cepek' yang masih baru.

Mengharap yang tak pernah ada seperti asap rokok mengepul di udara.
Siapa tertawa pada nasib tak berketentuan?
Ibarat roda motor berjalan tanpa tujuan.
Terpikir masih seberapa besar peruntungan menghampirimu
Sepuluh seratus seribu, lalu...

Terbayang uang berjuta-juta tertawa terbahak menatap ke arahmu.
Mengira besok akan terbeli sebuah mobil baru,
Tinggal pilih model yang mana lagi?
Body sensual dan bibir sexy.
Kehangatan yang kau impikan
di tengah malam yang dingin
jelang pukul empat dini hari.
Dan kau masih terjaga,
saat kemudian tersadar
telah kehilangan segalanya.

Oktober 2025”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Di Bawah Matahari yang Menatap Balik

Di bawah matahari yang meleleh seperti pupil dewa yang kelelahan,
aku melihat bayanganku sendiri berlari sebelum aku sempat berpikir untuk bereaksi.

Barangkali ini bukan dunia,
barangkali ini adalah ingatan purba
yang lupa pada tubuhnya.

Seekor jam mencair di pundakku,
menggelincir seperti sisa waktu yang tidak mau menjelaskan dirinya.
Ia berbisik,
bahwa keabadian hanyalah kegagalan ego dalam memahami detik
yang perlahan hancur.

Aku tertawa.
Tawa itu memecah wajahku menjadi tiga:
yang percaya, yang takut, dan yang tidak peduli lagi pada logika.
Ketiganya saling mengancam untuk lahir,
sementara aku — atau apa pun yang tersisa dariku —
menyaksikan kelahiranku sendiri dari balik kabut.

Jangan cari kebenaran di sini.
Di tanah ini, kebenaran telah diseret oleh cahaya yang lumpuh,
diseret ke dalam lubang di mana suara-suara masa lalu dibungkam
berubah menjadi serangga kanibal yang memakan tubuhnya sendiri.

Ada saat di mana aku hampir mengerti.
Saat di mana absurditas itu menamparku seperti kilat:
— semua upaya memahami diri adalah upaya membatalkan kelahiran.
— ego adalah ranting pohon yang terus tumbuh bahkan ketika kita sudah membiarkannya mati.
— pencerahan tidak datang dari kejernihan,
melainkan dari ketidakpahaman yang dibiarkan membusuk sampai berlumut
dan tiba-tiba menyala akibat radiasi.

Kini aku tahu,
matahari itu bukan sumber cahaya.
Ia adalah luka yang didekap semesta
sampai berubah menjadi lubang hitam di mana aku bisa pulang.

Dan ketika akhirnya aku masuk
ke dalamnya,
aku tidak merasa utuh—
aku merasa hilang…
tapi justru dari kehampaan itu,
aku dilahirkan lagi
oleh kegelapan yang telanjur letih menampung raga dan jiwaku.

November 2025”
Titon Rahmawan