Kutipan Quotes
Quotes tagged as "kutipan"
Showing 1-30 of 114
“Setiap buku adalah kutipan; setiap rumah adalah kutipan seluruh rimba raya dan tambang-tambang dan bebatuan; setiap manusia adalah kutipan dari semua leluhurnya”
―
―
“Jangan pernah takut untuk menjadi apa yang kamu inginkan... Orang tidak harus menyukaimu, tetapi mereka harus menghormatimu.”
―
―
“Yang bilang hidup sendiri jauh lebih bahagia
biasanya punya cerita sedih yang selama ini dia simpan sendiri.”
― Burn Baby Burn
biasanya punya cerita sedih yang selama ini dia simpan sendiri.”
― Burn Baby Burn
“Ngtweet soal kegelapan mendadak inget Edna St. Vincent, dia bilang “Into the darkness they go, the wise and the lovely” yang berarti tahu dadakan digoreng garing itu tidak ada di malam hari.”
―
―
“Yang jomblo jangan ngenes kalau malam minggu gak sengaja lihat orang pelukan. Paling tidak kita masih memeluk agama(?)”
―
―
“Sesuatu yang sulit ketika kamu berpura-pura tersenyum, hanya karena tak ingin dia tahu, dia adalah alasan kenapa kamu bersedih.”
―
―
“Ya Tuhan, lindungilah kami dari kutipan-kutipan bagus yang tidak mencantumkan sumber aslinya.”
―
―
“Jangan pernah kehilangan drmu sendiri hanya tuk bertahan pd seseorang yg bahkan tak peduli jika kehilanganmu" Be yourself!”
―
―
“Stigma "Bogor Sejuta Angkot" mungkin benar. Tapi sayangnya, gue masih mengenalnya sebagai "Bogor Kota Beriman"
Terima Kasih Kota Kelahiran atas semua mimpi yang kau janjikan.”
―
Terima Kasih Kota Kelahiran atas semua mimpi yang kau janjikan.”
―
“Lebih baik biarkan kami bebas bermain di Alam, daripada bebas bermain Gadget.
Inilah yang kami sebut masa kecil.”
―
Inilah yang kami sebut masa kecil.”
―
“Tujuan Hidup adalah mencocokan detak jantung dengan ketukan Alam.
Jika ingin mengadopsi kecepatannya: Rahasianya adalah Kesabaran.”
―
Jika ingin mengadopsi kecepatannya: Rahasianya adalah Kesabaran.”
―
“Tapi, setinggi apapun melompat. Ingat Teori Plato, ingat Teori Atom, ingat Teori Darwin, ingat Hukum Gravitasi ; kalo semuanya akan kembali jatuh.
Selama masih di Bumi, derajat manusia tetap sama seperti daun mengkudu yang jatuh di bawah pohon.”
―
Selama masih di Bumi, derajat manusia tetap sama seperti daun mengkudu yang jatuh di bawah pohon.”
―
“Aku bisa menemukan kamu ditengah keramaian dengan telinga dan mata tertutup. Itu karena aku mencari dengan hatiku”
―
―
“Hidup itu seperti ban, kadang diatas kadang dibawah. Kalau kamu dibawah melulu, mungkin ban kamu ban cadangan.”
―
―
“Mimpimu mungkin saja sudah dan akan dibunuh oleh orang-orang yang paling dekat denganmu, dan mereka akan selalu mengatasnamakan semua itu kebaikan, padahal hanya engkau yang lebih memahami dirimu sendiri.”
―
―
“Secara tidak kita sadari bahwa detik ini kita sebenarnya sedang menjalani proses kematian, sebab ia bukanlah peristiwa sesaat, ia terjadi secara bertahap, dan kita sudah memulainya sejak kita dilahirkan.”
―
―
“Entropi tidak menerima argumen. Ia tidak peduli dengan keyakinanmu, tidak tertarik pada kesombonganmu. Kamu bisa menolak perubahan, tapi perubahan tetap akan menelanmu. Kamu bisa merasa paling benar, tapi tubuhmu tetap akan menjadi debu, sama seperti mereka yang pendapatnya dulu kamu remehkan.”
―
―
“Setiap bagian dari tubuhmu adalah sistem yang sedang menuju kehancuran. Tidak peduli seberapa sehat kamu hari ini, tidak peduli seberapa keras kamu merawatnya, tubuhmu perlahan tapi pasti sedang menuju titik di mana semuanya berhenti bekerja.
Otakmu, pusat kesadaran yang kamu anggap sebagai identitasmu, hanyalah jaringan listrik dan reaksi kimia yang semakin hari semakin melemah. Neuron-neuron yang dulu tajam kini mulai kehilangan efisiensinya. Memori yang kamu anggap abadi akan pudar, sampai akhirnya kamu tidak lagi mengenali dirimu sendiri. Saat otakmu mati, semua yang pernah kamu rasakan, pikirkan, dan impikan akan lenyap—seolah tidak pernah ada.
Jantungmu, mesin biologis yang tanpa lelah memompa darah ke seluruh tubuh, perlahan akan melemah. Dinding pembuluh darah yang dulu fleksibel kini menebal, aliran darahmu melambat, dan suatu hari, denyut yang selama ini kau anggap biasa akan berhenti selamanya. Tanpa suara, tanpa peringatan, hanya sebuah akhir yang tak bisa dihindari.
Paru-parumu, organ yang menghidupimu dengan udara, juga tidak luput dari hukum entropi. Seiring waktu, elastisitasnya berkurang, kapasitasnya menurun, dan perlahan tapi pasti, setiap tarikan napas menjadi pengingat bahwa kamu semakin dekat dengan kesudahan.
Tulang dan ototmu, yang dulu kuat dan penuh tenaga, kini menjadi rapuh. Setiap gerakan mulai terasa berat, persendianmu mulai berderit seperti mesin tua yang kehilangan pelumasnya. Tidak peduli seberapa keras kamu berolahraga, tidak peduli seberapa banyak vitamin yang kamu konsumsi—semuanya hanya menunda yang tak terelakkan.
Kulitmu, yang dulu kencang dan segar, mulai mengendur, penuh garis-garis halus yang mengingatkan bahwa waktu tidak pernah berhenti. Luka yang dulu sembuh dalam hitungan hari kini butuh waktu lebih lama, sampai akhirnya tubuhmu tidak lagi bisa memperbaiki dirinya sendiri.
Di dalam dirimu, sel-selmu, yang pernah beregenerasi dengan sempurna, mulai melakukan kesalahan. Mutasi kecil yang tidak terlihat mulai menumpuk. Sistem yang dulu berjalan mulus mulai kehilangan keseimbangan. Pada akhirnya, tubuhmu sendiri akan menjadi musuhnya, membiarkan entropi mengambil alih dan membawa semuanya menuju kehancuran yang pasti.
Ini bukan spekulasi, ini adalah fakta. Entropi tidak peduli seberapa keras kamu mencoba melawan. Tidak ada teknologi, tidak ada ilmu, tidak ada doa yang bisa menghentikan proses ini. Pada akhirnya, tubuhmu akan kembali ke tanah, menjadi debu, menyatu dengan sistem yang lebih besar—sama seperti jutaan makhluk lain yang telah lenyap sebelum kamu. Satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah: apakah kamu akan menjalani hidupmu dengan menyadari kepastian ini, atau terus bersembunyi dalam ilusi bahwa kamu bisa menghindarinya?”
―
Otakmu, pusat kesadaran yang kamu anggap sebagai identitasmu, hanyalah jaringan listrik dan reaksi kimia yang semakin hari semakin melemah. Neuron-neuron yang dulu tajam kini mulai kehilangan efisiensinya. Memori yang kamu anggap abadi akan pudar, sampai akhirnya kamu tidak lagi mengenali dirimu sendiri. Saat otakmu mati, semua yang pernah kamu rasakan, pikirkan, dan impikan akan lenyap—seolah tidak pernah ada.
Jantungmu, mesin biologis yang tanpa lelah memompa darah ke seluruh tubuh, perlahan akan melemah. Dinding pembuluh darah yang dulu fleksibel kini menebal, aliran darahmu melambat, dan suatu hari, denyut yang selama ini kau anggap biasa akan berhenti selamanya. Tanpa suara, tanpa peringatan, hanya sebuah akhir yang tak bisa dihindari.
Paru-parumu, organ yang menghidupimu dengan udara, juga tidak luput dari hukum entropi. Seiring waktu, elastisitasnya berkurang, kapasitasnya menurun, dan perlahan tapi pasti, setiap tarikan napas menjadi pengingat bahwa kamu semakin dekat dengan kesudahan.
Tulang dan ototmu, yang dulu kuat dan penuh tenaga, kini menjadi rapuh. Setiap gerakan mulai terasa berat, persendianmu mulai berderit seperti mesin tua yang kehilangan pelumasnya. Tidak peduli seberapa keras kamu berolahraga, tidak peduli seberapa banyak vitamin yang kamu konsumsi—semuanya hanya menunda yang tak terelakkan.
Kulitmu, yang dulu kencang dan segar, mulai mengendur, penuh garis-garis halus yang mengingatkan bahwa waktu tidak pernah berhenti. Luka yang dulu sembuh dalam hitungan hari kini butuh waktu lebih lama, sampai akhirnya tubuhmu tidak lagi bisa memperbaiki dirinya sendiri.
Di dalam dirimu, sel-selmu, yang pernah beregenerasi dengan sempurna, mulai melakukan kesalahan. Mutasi kecil yang tidak terlihat mulai menumpuk. Sistem yang dulu berjalan mulus mulai kehilangan keseimbangan. Pada akhirnya, tubuhmu sendiri akan menjadi musuhnya, membiarkan entropi mengambil alih dan membawa semuanya menuju kehancuran yang pasti.
Ini bukan spekulasi, ini adalah fakta. Entropi tidak peduli seberapa keras kamu mencoba melawan. Tidak ada teknologi, tidak ada ilmu, tidak ada doa yang bisa menghentikan proses ini. Pada akhirnya, tubuhmu akan kembali ke tanah, menjadi debu, menyatu dengan sistem yang lebih besar—sama seperti jutaan makhluk lain yang telah lenyap sebelum kamu. Satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah: apakah kamu akan menjalani hidupmu dengan menyadari kepastian ini, atau terus bersembunyi dalam ilusi bahwa kamu bisa menghindarinya?”
―
All Quotes
|
My Quotes
|
Add A Quote
Browse By Tag
- Love Quotes 102k
- Life Quotes 80k
- Inspirational Quotes 76k
- Humor Quotes 44.5k
- Philosophy Quotes 31k
- Inspirational Quotes Quotes 29k
- God Quotes 27k
- Truth Quotes 25k
- Wisdom Quotes 25k
- Romance Quotes 24.5k
- Poetry Quotes 23.5k
- Life Lessons Quotes 22.5k
- Quotes Quotes 21k
- Death Quotes 20.5k
- Happiness Quotes 19k
- Hope Quotes 18.5k
- Faith Quotes 18.5k
- Travel Quotes 18k
- Inspiration Quotes 17.5k
- Spirituality Quotes 16k
- Relationships Quotes 15.5k
- Life Quotes Quotes 15.5k
- Motivational Quotes 15.5k
- Religion Quotes 15.5k
- Love Quotes Quotes 15.5k
- Writing Quotes 15k
- Success Quotes 14k
- Motivation Quotes 13.5k
- Time Quotes 13k
- Motivational Quotes Quotes 12.5k
