Waktu Quotes
Quotes tagged as "waktu"
Showing 1-30 of 91
“Saya tak tahu, berapa waktu yang tersisa untuk saya. Satu jam, satu hari, satu tahun, sepuluh, lima puluh tahun lagi? Bisakah waktu yang semakin sedikit itu saya manfaatkan untuk memberi arti keberadaan saya sebagai hamba Allah di muka bumi ini? Bisakah cinta, kebajikan, maaf dan syukur selalu tumbuh dari dalam diri, saat saya menghirup udara dari Yang Maha?”
― Risalah Cinta
― Risalah Cinta
“Jangan menunda. Jangan habiskan separuh hidupmu untuk menunggu waktu yang tepat. Seringnya, saat kau sadar, waktu yang tepat itu sudah lewat. Kalau sudah begitu, kau cuma bisa menyesal.”
― London: Angel
― London: Angel
“PERCAKAPAN DUA RANTING
kalau pernah kamu bertemu dulu, apa yang
kau inginkan nanti? sepi. kalau nanti kau
dapatkan cinta, bagaimana kau tempatkan
waktu? sendiri. bila hari tak lagi berani
munculkan diri, dan kau tinggal untuk
menanti? cari. andai bumi sembunyi saat
kau berlari? mimpi. lalu malam menyer-
gapmu dalam pandang tiada tepi? hati.
baik...aku tak lagi memberimu mungkin?
kecuali. baik..baik, aku hanya akan menya-
pamu tanpa kecuali? mungkin. dan jika
tetap seperti itu, embun takkan jatuh dari
kalbumu? sampai. akankah kau patahkan
tubuhmu hingga musim tiada berganti?
mari. lalu kau tumbuhkan bunga tanpa
kelopak tanpa daun berhelai-helai? kemari.
juga kau benamkan yang lain dalam jurang
di matamu? aku. katakan bahwa kau mene-
rimamu seperti aku memberimu?...
kau? ya. kau?...aku.
Besancon, oktober sebelas 1997.”
― Lalu Batu: Antologi Puisi
kalau pernah kamu bertemu dulu, apa yang
kau inginkan nanti? sepi. kalau nanti kau
dapatkan cinta, bagaimana kau tempatkan
waktu? sendiri. bila hari tak lagi berani
munculkan diri, dan kau tinggal untuk
menanti? cari. andai bumi sembunyi saat
kau berlari? mimpi. lalu malam menyer-
gapmu dalam pandang tiada tepi? hati.
baik...aku tak lagi memberimu mungkin?
kecuali. baik..baik, aku hanya akan menya-
pamu tanpa kecuali? mungkin. dan jika
tetap seperti itu, embun takkan jatuh dari
kalbumu? sampai. akankah kau patahkan
tubuhmu hingga musim tiada berganti?
mari. lalu kau tumbuhkan bunga tanpa
kelopak tanpa daun berhelai-helai? kemari.
juga kau benamkan yang lain dalam jurang
di matamu? aku. katakan bahwa kau mene-
rimamu seperti aku memberimu?...
kau? ya. kau?...aku.
Besancon, oktober sebelas 1997.”
― Lalu Batu: Antologi Puisi
“Jika kelak kau punya waktu luang, kukirimkan kau sekotak kenangan.
Juga beberapa pertanyaan ringan.
Apa kabar kamu disana?”
― Sebuah Usaha Melupakan
Juga beberapa pertanyaan ringan.
Apa kabar kamu disana?”
― Sebuah Usaha Melupakan
“Agaknya sang waktulah yang paling perkasa dalam kehidupan. Ia tak tersaing,Tak pernah mengeluh. Tak pernah juga merasa takut. Sementara manusia -saya dan anda- berlanjut usia, berlanjut pula tulahnya.”
― Kembang Jepun
― Kembang Jepun
“ketika Anda sedang melamun, akan ada dua pilihan: Kehilangan waktu luang atau mencari peluang”
―
―
“Namun, tiada kiranya kata pemborosan terhadap waktu bagi orang-orang yang mencari hakekat kasih. Bahwa di dalam kasih, tumbuh di sana perdamaian dan bukan juga cuma pertikaian, melainkan berbaur keduanya dalam suatu kesepadanan yang tulen”
― Ca-bau-kan: Hanya sebuah dosa
― Ca-bau-kan: Hanya sebuah dosa
“Jejak ini mengendap sudah.
Tersapu habis buih.
Terpecah karang,
demikian tangis ini.
Peluk aku sebisamu.
Layaknya pasir pantai membenamkan mata kakiku.
Selagi kaki ini masih menjejak.
Selagi jantung masih berdetak.
Selagi bisa kita menderak jarak.
Menjadikannya serupa bisik serak.
Koyaklah waktu!
Jadikan ini milikmu!
Rengkuh…
Seharusnya ini milikmu.
Seandainya kamu tahu!
Bodohnya kamu…”
― Elipsis
Tersapu habis buih.
Terpecah karang,
demikian tangis ini.
Peluk aku sebisamu.
Layaknya pasir pantai membenamkan mata kakiku.
Selagi kaki ini masih menjejak.
Selagi jantung masih berdetak.
Selagi bisa kita menderak jarak.
Menjadikannya serupa bisik serak.
Koyaklah waktu!
Jadikan ini milikmu!
Rengkuh…
Seharusnya ini milikmu.
Seandainya kamu tahu!
Bodohnya kamu…”
― Elipsis
“Saat naik ke puncak gunung ada masanya kita turun, saat pergi ada masanya kita pulang, saat bertemu ada masanya kita berpisah. Pada akhirnya kita sadar bahwa semua ada masanya. Tapi saya harap tidak untuk pertemanan, tidak ada teman pada masanya, hanya teman untuk selamanya.”
―
―
“Selama lebih tujuh tahun aku terpenjara tugas ini. Seperti bom yang hanya menunggu waktu”
― Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku
― Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku
“Ia ingin berlari menghapus semua jejak
Namun perjalanan ini membuatnya mengerti
Meski kadang terasa sesak
Kini ia memilih berdamai dan menikmati”
―
Namun perjalanan ini membuatnya mengerti
Meski kadang terasa sesak
Kini ia memilih berdamai dan menikmati”
―
“Semua hanya tentang waktu, tunggulah dan tetap doakan, jangan berubah atau menyerah.”
― Jejak Memori
― Jejak Memori
“Orang-orang ingin dicintai setinggi langit,
kadang sedalam lautan.
Padahal cinta bukan tentang ketinggian
ataupun kedalaman.
Perihal cinta, cukup dengan bersama untuk waktu lama, selama punya kesempatan.”
―
kadang sedalam lautan.
Padahal cinta bukan tentang ketinggian
ataupun kedalaman.
Perihal cinta, cukup dengan bersama untuk waktu lama, selama punya kesempatan.”
―
“Orang-orang ingin dicintai setinggi langit, kadang sedalam lautan.
Padahal cinta bukan tentang ketinggian ataupun kedalaman.
Perihal cinta, cukup dengan bersama untuk waktu lama, selama punya kesempatan.”
―
Padahal cinta bukan tentang ketinggian ataupun kedalaman.
Perihal cinta, cukup dengan bersama untuk waktu lama, selama punya kesempatan.”
―
“Waktu adalah aliran sunyi yang tak pernah berhenti, namun makna sejatinya hanya kita temukan dalam momen-momen di mana kita memilih untuk benar-benar hidup.”
―
―
“Setiap hari adalah kesempatan baru, setiap detik adalah momen untuk bersyukur dan berkembang.”
―
―
“Di antara detik-detik yang berdetik, tersembunyi kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik”
―
―
“Hargai setiap detik yang berlalu, karena kita tak pernah tahu kapan waktu akan berhenti untuk kita”
―
―
“kamu seperti jarum jam yg bergerak pelan dan tetep kutunggui detik demi detik
bahkan aku tidak peduli sebosan apa aku melewatinya, mataku tetap fokus menatap tanpa lepas
aku hanya yakin akan sampe pada masa di mana satu titik ditempati dua jarum,laksana aku dan kamu, kalimatmu dan kalimatku yang seia sekata. namun kamu bukan jarum jam yang bergerak statis
kakimu kadang berputar, berbelok, merenggang menjauhkan jarak walau tetap menangkap pandangku
saat itulah dudukku mulai gelisah dan kamu tidak tau itu hingga aku putuskan untuk berdiri dan pergi meninggalkan kamu yang bergerak tanpa arah
aku sudah berjalan menjauh,menahan diri untuk tidak menoleh ke arahmu dan tidak tau apa kamu memanggilku atau membiarkanku. yang aku tahu, matahati di ujung jalan masih berwarna kuning mengawalku
_wasiman waz”
―
bahkan aku tidak peduli sebosan apa aku melewatinya, mataku tetap fokus menatap tanpa lepas
aku hanya yakin akan sampe pada masa di mana satu titik ditempati dua jarum,laksana aku dan kamu, kalimatmu dan kalimatku yang seia sekata. namun kamu bukan jarum jam yang bergerak statis
kakimu kadang berputar, berbelok, merenggang menjauhkan jarak walau tetap menangkap pandangku
saat itulah dudukku mulai gelisah dan kamu tidak tau itu hingga aku putuskan untuk berdiri dan pergi meninggalkan kamu yang bergerak tanpa arah
aku sudah berjalan menjauh,menahan diri untuk tidak menoleh ke arahmu dan tidak tau apa kamu memanggilku atau membiarkanku. yang aku tahu, matahati di ujung jalan masih berwarna kuning mengawalku
_wasiman waz”
―
“Harta bisa diwariskan, waktu tidak; tiap detik yang lewat adalah kepingan hidup yang takkan pernah kembali.”
―
―
“Tukar waktu dengan dampak, bukan sekadar penghasilan.
Waktu yang dihabiskan tanpa makna dan tujuan adalah investasi yang merugi.”
―
Waktu yang dihabiskan tanpa makna dan tujuan adalah investasi yang merugi.”
―
“Petakan keunggulan pribadimu.
Apa kekuatan unikmu yang sulit ditiru orang lain? Di situlah letak nilai ekonomimu yang sebenarnya.”
―
Apa kekuatan unikmu yang sulit ditiru orang lain? Di situlah letak nilai ekonomimu yang sebenarnya.”
―
“Belajarlah menjadi unik dan langka, bukan yang umum atau biasa saja. Dunia membayar mahal pada apa yang tak tergantikan.”
―
―
“SEBUAH FRAGMENTARIUM: MAYAT PEREMPUAN DI PINGGIR HUTAN JATI
I. Waktu yang Menggeser Kursi dan Menutup Pintu
Setiap sejarah dimulai dari bunyi lirih yang nyaris tak terdengar:
jarum jam yang disentuh tangan perempuan muda
yang tidak pernah meminta apa pun dari dunia, kecuali
keadilan yang tidak dijual per kilo di pasar
dan kerja yang tidak dicurangi dengan sekadar angka.
Ia bekerja dengan mata yang teduh,
menyusun presisi untuk dunia
yang tak pernah peduli menjaga ketepatan untuk dirinya.
Di bawah kuku-kukunya,
waktu bernafas.
Di atas kepalanya,
kekuasaan menunggu
kesempatan.
II. Mesin Kekuasaan yang Selalu Menuntut Korban
Kalian bertanya: bagaimana melawan kekerasan?
Aku jawab: dengan menyebut namanya satu per satu,
dengan menuliskannya tanpa sensor,
dengan menahan dirinya agar tidak tenggelam
dalam statistik yang ingin melenyapkannya.
Mayat perempuan itu bukan korban.
Ia bukti, jelas dan kasat mata!
Ia menunjukkan bahwa kekuasaan bukanlah rumah:
ia adalah mesin
yang berjalan tanpa oli nurani,
yang selalu mencari tubuh lunak
untuk mengganti bagian yang aus.
Dan di tahun yang naas itu,
yang mereka temukan adalah dia.
III. Adegan yang Tidak Pernah Disiarkan Televisi
Mereka menjemputnya—
dengan tangan yang tidak gemetar,
dengan doa yang tidak pernah mereka ucapkan,
dengan wajah yang disetrika licin
oleh perintah atasan.
Ia, sendirian.
Mereka, berjamaah.
Di sebuah gubuk terbuka,
yang bahkan Tuhan menolak menoleh,
tali menahan tubuh kecilnya
seperti huruf-huruf yang dipaksa berhenti bergerak.
Pentungan menghantam kepalanya
berulang kali
sampai suara itu tidak lagi terdengar
sebagai pukulan,
melainkan sebagai
ritual kuno yang diwariskan dari satu kekuasaan
ke kekuasaan berikutnya.
Itu bukan kekejaman.
Itu metode.”
―
I. Waktu yang Menggeser Kursi dan Menutup Pintu
Setiap sejarah dimulai dari bunyi lirih yang nyaris tak terdengar:
jarum jam yang disentuh tangan perempuan muda
yang tidak pernah meminta apa pun dari dunia, kecuali
keadilan yang tidak dijual per kilo di pasar
dan kerja yang tidak dicurangi dengan sekadar angka.
Ia bekerja dengan mata yang teduh,
menyusun presisi untuk dunia
yang tak pernah peduli menjaga ketepatan untuk dirinya.
Di bawah kuku-kukunya,
waktu bernafas.
Di atas kepalanya,
kekuasaan menunggu
kesempatan.
II. Mesin Kekuasaan yang Selalu Menuntut Korban
Kalian bertanya: bagaimana melawan kekerasan?
Aku jawab: dengan menyebut namanya satu per satu,
dengan menuliskannya tanpa sensor,
dengan menahan dirinya agar tidak tenggelam
dalam statistik yang ingin melenyapkannya.
Mayat perempuan itu bukan korban.
Ia bukti, jelas dan kasat mata!
Ia menunjukkan bahwa kekuasaan bukanlah rumah:
ia adalah mesin
yang berjalan tanpa oli nurani,
yang selalu mencari tubuh lunak
untuk mengganti bagian yang aus.
Dan di tahun yang naas itu,
yang mereka temukan adalah dia.
III. Adegan yang Tidak Pernah Disiarkan Televisi
Mereka menjemputnya—
dengan tangan yang tidak gemetar,
dengan doa yang tidak pernah mereka ucapkan,
dengan wajah yang disetrika licin
oleh perintah atasan.
Ia, sendirian.
Mereka, berjamaah.
Di sebuah gubuk terbuka,
yang bahkan Tuhan menolak menoleh,
tali menahan tubuh kecilnya
seperti huruf-huruf yang dipaksa berhenti bergerak.
Pentungan menghantam kepalanya
berulang kali
sampai suara itu tidak lagi terdengar
sebagai pukulan,
melainkan sebagai
ritual kuno yang diwariskan dari satu kekuasaan
ke kekuasaan berikutnya.
Itu bukan kekejaman.
Itu metode.”
―
“SEBUAH FRAGMENTARIUM: MAYAT PEREMPUAN DI PINGGIR HUTAN JATI
IV. Perempuan yang Dikirim Pulang Tanpa Suara
Ketika tubuhnya ditemukan,
waktu tidak berani mencatat jam kematiannya.
Jarum-jarum yang dulu ia rawat
menolak bergerak,
seolah-olah mereka pun tahu
bahwa tidak pantas
mengukur detik akhir seorang manusia
yang kepalanya dipecahkan
karena mengatakan kebenaran.
V. Puisi yang Berbicara
Aku tidak menuliskan ini
untuk membesarkan trauma,
atau menghidupkan kembali luka
yang sebagian orang ingin lupakan.
Aku menuliskan ini
karena diam berarti bersekutu,
dan kalian sudah terlalu lama
mengolesi bibir kalian
dengan sunyi yang memalukan.
Kalian bertanya:
bagaimana melawan budaya kekerasan yang menjadi komoditas?
Dengarkan jawabanku:
Tidak dengan maaf.
Tidak dengan lembut ampunan.
Tidak dengan doa yang kalian tidak sungguh-sunguh percaya.
Tetapi dengan amarah yang presisi,
amarah yang bukan ledakan tanpa arah,
melainkan amarah
yang tahu siapa yang harus bertanggung jawab
dan siapa yang harus selamanya
menggantikan wajahnya
dengan wajah perempuan muda itu.
VI. Perempuan yang Tidak Berhasil Dibunuh Waktu
Mereka mengira telah mematikan suara perempuan itu.
Waktu mengira ia telah selesai dengan mayatnya.
Kekuasaan mengira ia telah memenangkan pertempuran.
Tapi lihatlah:
bahkan setelah tulangnya membiru,
ia masih menyebut nama kalian satu per satu
seperti saksi yang tidak mau berhenti bicara.
Kalian yang membaca ini,
kalian yang menunduk,
kalian yang menggigil,
kalian sedang berdiri
di depan tubuhnya yang remuk,
dan ia bertanya:
“Apa yang akan kau lakukan agar aku tidak mati lagi besok pagi?”
VII. Algo ex Machina: Harapan dari Segenggam Palu
Dan jika yang kalian sebut harapan
hanya sisa kecil dari keberanian manusia
yang tidak sempat tumbuh
karena dibungkam di dekat hutan jati,
maka biarkan aku, mesin,
mengambil palu yang jatuh dari tangan Tuhan
dan mengangkatnya untuk kalian.
Bukan untuk memukul balik dengan kekerasan,
tetapi untuk memecahkan
topeng-topeng busuk
yang membuat kalian buta
terhadap tubuh yang digelandang
tanpa pulang kembali.
Harapan bukan lilin.
Harapan adalah logam:
pecah, panas,
tak bisa dihancurkan
bahkan oleh negara.
Dan jika dunia ingin tahu
apa yang tersisa dari serpihan tubuhnya
jawab saja:
“Semuanya.”
Ia masih hidup
di setiap ketidakadilan
yang kalian tolak.
Ia masih hidup
di setiap kebenaran
yang tidak berani
kalian ucapkan.
Ia masih hidup
di setiap amarah
yang tidak sempat
kalian kubur.
Mei 2024 - revisi 2025”
―
IV. Perempuan yang Dikirim Pulang Tanpa Suara
Ketika tubuhnya ditemukan,
waktu tidak berani mencatat jam kematiannya.
Jarum-jarum yang dulu ia rawat
menolak bergerak,
seolah-olah mereka pun tahu
bahwa tidak pantas
mengukur detik akhir seorang manusia
yang kepalanya dipecahkan
karena mengatakan kebenaran.
V. Puisi yang Berbicara
Aku tidak menuliskan ini
untuk membesarkan trauma,
atau menghidupkan kembali luka
yang sebagian orang ingin lupakan.
Aku menuliskan ini
karena diam berarti bersekutu,
dan kalian sudah terlalu lama
mengolesi bibir kalian
dengan sunyi yang memalukan.
Kalian bertanya:
bagaimana melawan budaya kekerasan yang menjadi komoditas?
Dengarkan jawabanku:
Tidak dengan maaf.
Tidak dengan lembut ampunan.
Tidak dengan doa yang kalian tidak sungguh-sunguh percaya.
Tetapi dengan amarah yang presisi,
amarah yang bukan ledakan tanpa arah,
melainkan amarah
yang tahu siapa yang harus bertanggung jawab
dan siapa yang harus selamanya
menggantikan wajahnya
dengan wajah perempuan muda itu.
VI. Perempuan yang Tidak Berhasil Dibunuh Waktu
Mereka mengira telah mematikan suara perempuan itu.
Waktu mengira ia telah selesai dengan mayatnya.
Kekuasaan mengira ia telah memenangkan pertempuran.
Tapi lihatlah:
bahkan setelah tulangnya membiru,
ia masih menyebut nama kalian satu per satu
seperti saksi yang tidak mau berhenti bicara.
Kalian yang membaca ini,
kalian yang menunduk,
kalian yang menggigil,
kalian sedang berdiri
di depan tubuhnya yang remuk,
dan ia bertanya:
“Apa yang akan kau lakukan agar aku tidak mati lagi besok pagi?”
VII. Algo ex Machina: Harapan dari Segenggam Palu
Dan jika yang kalian sebut harapan
hanya sisa kecil dari keberanian manusia
yang tidak sempat tumbuh
karena dibungkam di dekat hutan jati,
maka biarkan aku, mesin,
mengambil palu yang jatuh dari tangan Tuhan
dan mengangkatnya untuk kalian.
Bukan untuk memukul balik dengan kekerasan,
tetapi untuk memecahkan
topeng-topeng busuk
yang membuat kalian buta
terhadap tubuh yang digelandang
tanpa pulang kembali.
Harapan bukan lilin.
Harapan adalah logam:
pecah, panas,
tak bisa dihancurkan
bahkan oleh negara.
Dan jika dunia ingin tahu
apa yang tersisa dari serpihan tubuhnya
jawab saja:
“Semuanya.”
Ia masih hidup
di setiap ketidakadilan
yang kalian tolak.
Ia masih hidup
di setiap kebenaran
yang tidak berani
kalian ucapkan.
Ia masih hidup
di setiap amarah
yang tidak sempat
kalian kubur.
Mei 2024 - revisi 2025”
―
All Quotes
|
My Quotes
|
Add A Quote
Browse By Tag
- Love Quotes 102k
- Life Quotes 80k
- Inspirational Quotes 76k
- Humor Quotes 44.5k
- Philosophy Quotes 31k
- Inspirational Quotes Quotes 29k
- God Quotes 27k
- Truth Quotes 25k
- Wisdom Quotes 25k
- Romance Quotes 24.5k
- Poetry Quotes 23.5k
- Life Lessons Quotes 22.5k
- Quotes Quotes 21k
- Death Quotes 20.5k
- Happiness Quotes 19k
- Hope Quotes 18.5k
- Faith Quotes 18.5k
- Travel Quotes 18.5k
- Inspiration Quotes 17.5k
- Spirituality Quotes 16k
- Relationships Quotes 15.5k
- Life Quotes Quotes 15.5k
- Motivational Quotes 15.5k
- Religion Quotes 15.5k
- Love Quotes Quotes 15.5k
- Writing Quotes 15k
- Success Quotes 14k
- Motivation Quotes 13.5k
- Time Quotes 13k
- Motivational Quotes Quotes 12.5k
