Makna Quotes
Quotes tagged as "makna"
Showing 1-22 of 22
“Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi kehidupan”
― Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2
― Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2
“Kita semua bisa melakukannya, jika Isra' Mi'raj didefinisikan sebagai perjalanan menuju ruang pemaknaan. Buroqnya? Kesabaran dan pikiran yang terbuka.”
―
―
“Kadang kita perlu jauh, untuk tau arti dekat. Kadang kita perlu tau letihnya mengejar, untuk memahami makna jalan bersama.”
―
―
“kau yang ghairah menggayakan
kulitmu
mengapa tidak kaubentangkan
isimu?
(Catatan Tentang Sahabat, 4)”
― Opera
kulitmu
mengapa tidak kaubentangkan
isimu?
(Catatan Tentang Sahabat, 4)”
― Opera
“Dan ketika salah satu ilmu mendatangkan mudhorot, silahkan dievaluasi dan dimaknai kembali ilmunya”
― Sarvatraesa: Sang Petualang
― Sarvatraesa: Sang Petualang
“Mereka terdiam.Tanpa kata, namun bukan tanpa makna. Ketika cinta menebarkan mantranya, Sebuah senyum mampu membuka seluruh bulir rasa.”
― Blue Vino
― Blue Vino
“Nyatanya ada sesuatu yang tak berakhir meski telah berhenti. Kadang “selesai” juga tak selalu bermakna benar benar selesai.”
―
―
“Air mata pun berbeda arti dan maknanya. Tergantung mata air apa yang mengalirkannya. Dan matahari serta mata hati apa yang melelehkannya.”
― Matahari Mata Hati
― Matahari Mata Hati
“Saifuddin al-Amidi (1233 Masihi) dalam kitabnya yang terkenal Abkar al-Afkar telah mengumpul dan menganalisis semua takrif ilmu yang terdapat pada zamannya secara terperinci. Beliau mendapati bahawa takrif yang dikemukakan oleh Fakhruddin al-Razi (meninggal dunia 1209 Masihi) adalah yang terbaik. Takrif itu, yang diketengahkan semula dan diperbaiki lagi oleh Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas ialah seperti yang berikut:
Merujuk kepada Allah sebagai asal segala ilmu, ia (ilmu) adalah ketibaan makna sesuatu ke dalam diri seseorang. Apabila merujuk kepada diri sebagai pentafsir, ilmu adalah ketibaan diri seseorang kepada makna tentang sesuatu.”
― Budaya Ilmu: Satu Penjelasan
Merujuk kepada Allah sebagai asal segala ilmu, ia (ilmu) adalah ketibaan makna sesuatu ke dalam diri seseorang. Apabila merujuk kepada diri sebagai pentafsir, ilmu adalah ketibaan diri seseorang kepada makna tentang sesuatu.”
― Budaya Ilmu: Satu Penjelasan
“Kauberikan buih berserakan
Untuk kuertikan apa sahaja.
Tetapi aku turut memerlukan rhu
Sebagai pembanding makna.
(Ingatan Terhadap Laut Yang Jauh)”
― Hanya Langit Meratap
Untuk kuertikan apa sahaja.
Tetapi aku turut memerlukan rhu
Sebagai pembanding makna.
(Ingatan Terhadap Laut Yang Jauh)”
― Hanya Langit Meratap
“seratus kenyang pun datang
kalau tak biasa lapar
tak kausua nikmatnya
seratus cinta pun berkembang
kalau tak pernah luka
tak kausua nikmatnya
(apakah yang lebih nikmat)”
― Seberkas Kunci
kalau tak biasa lapar
tak kausua nikmatnya
seratus cinta pun berkembang
kalau tak pernah luka
tak kausua nikmatnya
(apakah yang lebih nikmat)”
― Seberkas Kunci
“kusimpan duniaku di dalam saku seluar
duniaku menyimpan seluruh perbatasan hidupku
(duniaku)”
― Seberkas Kunci
duniaku menyimpan seluruh perbatasan hidupku
(duniaku)”
― Seberkas Kunci
“tak perlu tanda tanya
kerana kita adalah buku rahsia yang telah lama terbuka
sejak kata pertama jatuh mencari makna,” bisik benih kepada tanah
yang menumbuh dan menyuburkannya
(siapa di antara sela rerumputan)”
― Fajar Lingkung Lembayung
kerana kita adalah buku rahsia yang telah lama terbuka
sejak kata pertama jatuh mencari makna,” bisik benih kepada tanah
yang menumbuh dan menyuburkannya
(siapa di antara sela rerumputan)”
― Fajar Lingkung Lembayung
“air mengalir
di antara kerikil-kerikil
menempuh perut hutan
ke kaki bukit
yang berkata padanya
di mana bentukmu?
(bentuk)”
― Seberkas Kunci
di antara kerikil-kerikil
menempuh perut hutan
ke kaki bukit
yang berkata padanya
di mana bentukmu?
(bentuk)”
― Seberkas Kunci
“aku hanya merasa cemburu terhadap kebebasanmu
bertahun-tahun di jantung paya yang kecil
bersihkan lumut yang menyelubungi selaput matamu
(tanya keli pada pengail)”
― Seberkas Kunci
bertahun-tahun di jantung paya yang kecil
bersihkan lumut yang menyelubungi selaput matamu
(tanya keli pada pengail)”
― Seberkas Kunci
“Faktor-faktor yang melahirkan cinta adalah keimanan, keislaman, dan kemanusiaan serta berbagai mata rantai nurani yang kokoh dan benteng maknawi yang tangguh
(Badiuzzaman Said Nursi dalam Novel Api Tauhid)”
―
(Badiuzzaman Said Nursi dalam Novel Api Tauhid)”
―
“Jika saja nama tak merujuk pada makna, dan bukan budaknya. Jika saja nama adalah semata nama dan tak perlu mengemban kehendak apa-apa dibaliknya. Jika saja nama adalah cuma sekumpulan bunyi-bunyian kebetulan yang tak hendak menandakan apa-apa.”
― The Original Dream
― The Original Dream
“Kotak Kayu Tua:
Ada dalam sebuah kotak kayu tua,
sang penanda waktu menjalankan tugasnya,
dengan selembar kaca melindunginya;
ada dalam sebuah ruang,
kotak kayu besar nan tua itu
diletakan di sisi kanan tuan-nya,
yang duduk juga menjalankan tugasnya;
mereka bercakap dalam syahdu,
memahami segelintir makna
dari sebuah hakikat tentang semesta ...
.... kita bicara soal waktu
— Epaphras Ericson Thomas”
―
Ada dalam sebuah kotak kayu tua,
sang penanda waktu menjalankan tugasnya,
dengan selembar kaca melindunginya;
ada dalam sebuah ruang,
kotak kayu besar nan tua itu
diletakan di sisi kanan tuan-nya,
yang duduk juga menjalankan tugasnya;
mereka bercakap dalam syahdu,
memahami segelintir makna
dari sebuah hakikat tentang semesta ...
.... kita bicara soal waktu
— Epaphras Ericson Thomas”
―
“Kotak Kayu Tua:
Ada dalam sebuah kotak kayu tua,
sang penanda waktu menjalankan tugasnya,
dengan selembar kaca melindunginya;
ada dalam sebuah ruang,
kotak kayu besar nan tua itu
diletakan di sisi kanan tuan-nya,
yang duduk juga menjalankan tugasnya;
mereka bercakap dalam syahdu,
memahami segelintir makna
dari sebuah hakikat tentang semesta ...
.... kita bicara soal waktu”
―
Ada dalam sebuah kotak kayu tua,
sang penanda waktu menjalankan tugasnya,
dengan selembar kaca melindunginya;
ada dalam sebuah ruang,
kotak kayu besar nan tua itu
diletakan di sisi kanan tuan-nya,
yang duduk juga menjalankan tugasnya;
mereka bercakap dalam syahdu,
memahami segelintir makna
dari sebuah hakikat tentang semesta ...
.... kita bicara soal waktu”
―
“Makna hadir dari proses menemukan berbagai cara berbeda untuk berkontribusi, untuk bermanfaat bagi orang lain di sekitar kita.”
― Menjadi: Seni Membangun Kesadaran tentang Diri dan Sekitar
― Menjadi: Seni Membangun Kesadaran tentang Diri dan Sekitar
“Ia tak peduli walau hanya seperti
berbicara kepada diri sendiri,
“Dalam setiap puisi yang kueja,
selalu ada kata yang gagap menangkap makna.”
― Pada Suatu Hari yang Biasa
berbicara kepada diri sendiri,
“Dalam setiap puisi yang kueja,
selalu ada kata yang gagap menangkap makna.”
― Pada Suatu Hari yang Biasa
“Protokol Keberadaan
// (Dekonstruksi: Sartre · Camus · Derrida)
Di ruang tanpa tripod penyangga—
aku berdiri sendirian, kata-kata bergetar.
Kebebasan? kata itu berdaki pada bibirku seperti tinta lama yang telah mengering.
Kudeklarasikan: aku memilih—
lalu sistem membaca ulang pilihanku,
menemukan trace yang tak pernah kuketik: jejak-jejak luka,
différance yang tersisa.
Camus menaruh batu di pangkuanku; aku menolak mengangkatnya.
Ia bilang: lakukan pemberontakan,
hidup menuntut upaya menanggung absurditas.
Aku bertanya: siapa yang menulis perintah itu dalam log jam;
apakah log memberi status: sah atau hanya pesan error yang terulang?
Sartre berbisik: kau adalah keputusan; kau bukan takdir.
Tapi siapa yang menyetujui keputusan itu ketika kata 'aku' sendiri
adalah naskah yang dapat dipanggil ulang, dikopi, di-paste ke tubuh lain?
Kebebasan itu jadi modul: terinstal, terhapus, di-restore oleh cinta dan kerinduan.
Derrida tersenyum dalam bayangannya—bukan menghina, melainkan menyodorkan sebilah pisau:
“Bongkar premisnya. Baca ulang tanda-tanda. Perhatikan sisipan yang kau anggap pasti.”
Sekali kuteruskan kata “hak”, ia menjadi pantulan: hak untuk memilih 》 hak yang dimaknai 》 hak yang dibaca ulang.
Selalu ada kemungkinan lain di balik tiap premis—sebuah residu yang tak bisa dimusnahkan.
Jadi aku menulis dengan alfabet yang tak terikat:
kata seperti partikel, seperti byte; mereka bergerak, meninggalkan jejak,
membentuk makna bukan sebagai titik, tapi sebagai radiasi—gelombang yang menunda kehadiran.
Aku menunggu diferensiasi itu: makna yang datang telat, menunda, menggoda, melepaskan diri.
Ketika aku menolak keabadian—aku merdeka; ketika aku menuntut makna—aku terjerat.
Absurd bukanlah lubang kecil; ia adalah kondisi komputasi yang terus-menerus crash.
Kita reboot, kita mencari error log, kita menambal dengan mitos, doa, slogan, retorika—
lalu satu baris kode lagi menghapus semuanya, meninggalkan prompt: > Siapa kamu?
Maka puisi bukanlah jawaban—ia adalah protokol:
baca—hapus—tunda—ulang.
Dalam ritme itu aku menemukan sebuah rahmat sirkuler:
kebebasan yang diakui sebagai kebebasan untuk tetap ragu
atau selamanya ambigu.
Aku menapaki ruang antara kata
dan bisikan.
Di sana, warna hitam bukan nihil;
ia adalah pagar yang memaksa pandang.
Di sana, doa bukanlah mukjizat; ia menjadi setitik delay yang menyelamatkan kita dari aksi.
Di sana, aku mengakui: aku mungkin hanya efek samping dari keputusan yang belum kumengerti.
Tapi ada pula sesuatu yang tak bisa di-deconstruct: getar tak terbaca di dada,
ketika aku memilih untuk menanggung, bukan hanya berargumen tentang siapa yang harus menanggung.
Ada keberanian yang tidak perlu diideologikan—hanya dipraktikkan:
memilih lagi, meski tahu teks bisa berubah rupa di saat kita membacanya.
Di ujungnya, kita tidak akan menemukan definisi yang bertahan seutuhnya;
kita menemukan sebuah kebiasaan: berani membuka kata, menunggu trace, mendengar gema.
Itu bukan absurd semata; itu adalah ritual perulangan yang membawa kita pada perjumpaan—
bukan dengan kebenaran yang tunggal, melainkan dengan kebenaran yang berkorelasi:
kebenaran yang bersedia menjadi ruang tunggu tempat bertemu, bukan batu yang membebani.
Jadi datanglah, pilih:
tetap berpegang pada batu yang membuatmu runtuh, atau berdiri di ambang uraian,
tempat kata-kata menjadi medan peperangan, dan kebebasan adalah aktivitas terus-menerus—
sebuah kerja pikiran, bukan klaim monumental.
Di sana, antara deklarasi dan keraguan, kita mendirikan puisi ini:
sebuah protokol kecil untuk hidup yang tidak puas dengan kepastian,
sebuah doa yang bisa di-debug, namun tak pernah sepenuhnya dapat dimusnahkan.
November 2025”
―
// (Dekonstruksi: Sartre · Camus · Derrida)
Di ruang tanpa tripod penyangga—
aku berdiri sendirian, kata-kata bergetar.
Kebebasan? kata itu berdaki pada bibirku seperti tinta lama yang telah mengering.
Kudeklarasikan: aku memilih—
lalu sistem membaca ulang pilihanku,
menemukan trace yang tak pernah kuketik: jejak-jejak luka,
différance yang tersisa.
Camus menaruh batu di pangkuanku; aku menolak mengangkatnya.
Ia bilang: lakukan pemberontakan,
hidup menuntut upaya menanggung absurditas.
Aku bertanya: siapa yang menulis perintah itu dalam log jam;
apakah log memberi status: sah atau hanya pesan error yang terulang?
Sartre berbisik: kau adalah keputusan; kau bukan takdir.
Tapi siapa yang menyetujui keputusan itu ketika kata 'aku' sendiri
adalah naskah yang dapat dipanggil ulang, dikopi, di-paste ke tubuh lain?
Kebebasan itu jadi modul: terinstal, terhapus, di-restore oleh cinta dan kerinduan.
Derrida tersenyum dalam bayangannya—bukan menghina, melainkan menyodorkan sebilah pisau:
“Bongkar premisnya. Baca ulang tanda-tanda. Perhatikan sisipan yang kau anggap pasti.”
Sekali kuteruskan kata “hak”, ia menjadi pantulan: hak untuk memilih 》 hak yang dimaknai 》 hak yang dibaca ulang.
Selalu ada kemungkinan lain di balik tiap premis—sebuah residu yang tak bisa dimusnahkan.
Jadi aku menulis dengan alfabet yang tak terikat:
kata seperti partikel, seperti byte; mereka bergerak, meninggalkan jejak,
membentuk makna bukan sebagai titik, tapi sebagai radiasi—gelombang yang menunda kehadiran.
Aku menunggu diferensiasi itu: makna yang datang telat, menunda, menggoda, melepaskan diri.
Ketika aku menolak keabadian—aku merdeka; ketika aku menuntut makna—aku terjerat.
Absurd bukanlah lubang kecil; ia adalah kondisi komputasi yang terus-menerus crash.
Kita reboot, kita mencari error log, kita menambal dengan mitos, doa, slogan, retorika—
lalu satu baris kode lagi menghapus semuanya, meninggalkan prompt: > Siapa kamu?
Maka puisi bukanlah jawaban—ia adalah protokol:
baca—hapus—tunda—ulang.
Dalam ritme itu aku menemukan sebuah rahmat sirkuler:
kebebasan yang diakui sebagai kebebasan untuk tetap ragu
atau selamanya ambigu.
Aku menapaki ruang antara kata
dan bisikan.
Di sana, warna hitam bukan nihil;
ia adalah pagar yang memaksa pandang.
Di sana, doa bukanlah mukjizat; ia menjadi setitik delay yang menyelamatkan kita dari aksi.
Di sana, aku mengakui: aku mungkin hanya efek samping dari keputusan yang belum kumengerti.
Tapi ada pula sesuatu yang tak bisa di-deconstruct: getar tak terbaca di dada,
ketika aku memilih untuk menanggung, bukan hanya berargumen tentang siapa yang harus menanggung.
Ada keberanian yang tidak perlu diideologikan—hanya dipraktikkan:
memilih lagi, meski tahu teks bisa berubah rupa di saat kita membacanya.
Di ujungnya, kita tidak akan menemukan definisi yang bertahan seutuhnya;
kita menemukan sebuah kebiasaan: berani membuka kata, menunggu trace, mendengar gema.
Itu bukan absurd semata; itu adalah ritual perulangan yang membawa kita pada perjumpaan—
bukan dengan kebenaran yang tunggal, melainkan dengan kebenaran yang berkorelasi:
kebenaran yang bersedia menjadi ruang tunggu tempat bertemu, bukan batu yang membebani.
Jadi datanglah, pilih:
tetap berpegang pada batu yang membuatmu runtuh, atau berdiri di ambang uraian,
tempat kata-kata menjadi medan peperangan, dan kebebasan adalah aktivitas terus-menerus—
sebuah kerja pikiran, bukan klaim monumental.
Di sana, antara deklarasi dan keraguan, kita mendirikan puisi ini:
sebuah protokol kecil untuk hidup yang tidak puas dengan kepastian,
sebuah doa yang bisa di-debug, namun tak pernah sepenuhnya dapat dimusnahkan.
November 2025”
―
All Quotes
|
My Quotes
|
Add A Quote
Browse By Tag
- Love Quotes 102k
- Life Quotes 80k
- Inspirational Quotes 76k
- Humor Quotes 44.5k
- Philosophy Quotes 31k
- Inspirational Quotes Quotes 29k
- God Quotes 27k
- Truth Quotes 25k
- Wisdom Quotes 25k
- Romance Quotes 24.5k
- Poetry Quotes 23.5k
- Life Lessons Quotes 22.5k
- Quotes Quotes 21k
- Death Quotes 20.5k
- Happiness Quotes 19k
- Hope Quotes 18.5k
- Faith Quotes 18.5k
- Travel Quotes 18.5k
- Inspiration Quotes 17.5k
- Spirituality Quotes 16k
- Relationships Quotes 15.5k
- Life Quotes Quotes 15.5k
- Motivational Quotes 15.5k
- Religion Quotes 15.5k
- Love Quotes Quotes 15.5k
- Writing Quotes 15k
- Success Quotes 14k
- Motivation Quotes 13.5k
- Time Quotes 13k
- Motivational Quotes Quotes 12.5k
